MAKALAH SISTEM INTEGUMEN
“PANU ”
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sistem Integumen
Pengampu Mata
Kuliah : M.Husein.,S.Kep.,Ners
Oleh :
Yuni Indria
Winarti
NPM.4002140038
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA
PUTRA BANJAR
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Jamur memang sangat erat hubungannya
dengan kehidupan manusia. Sedemikian eratnya sehingga manusia tak terlepas dari
jamur. Jenis fungi-fungian ini bisa hidup dan tumbuh di mana saja, baik di
udara, tanah, air, pakaian, bahkan di tubuh manusia sendiri.
Jamur bisa menyebabkan penyakit yang cukup parah bagi
manusia. Penyakit tersebut antara lain mikosis yang menyerang langsung pada
kulit, mikotoksitosis akibat mengonsumsi toksin dari jamur yang ada dalam
produk makanan, dan misetismus yang disebabkan oleh konsumsi jamur beracun.
Pada manusia jamur hidup pada lapisan tanduk. Jamur
itu kemudian melepaskan toksin yang bisa menimbulkan peradangan dan iritasi
berwarna merah dan gatal. Infeksinya bisa berupa bercak-bercak warna putih,
merah, atau hitam di kulit dengan bentuk simetris. Ada pula infeksi yang
berbentuk lapisan-lapisan sisik pada kulit. Itu tergantung pada jenis jamur
yang menyerang.
Menurut Jimmy Sutomo dari perusahaan Janssen-Cilag,
sebagai negara tropis Indonesia menjadi lahan subur tumbuhnya jamur. Karena
itu, penyakit-penyakit akibat jamur sering kali menjangkiti masyarakat.
B.
Rumusan
Masalah
a.
Apa
Definisi Panu ?
b.
Bagaimana
Etiologi Panu ?
c.
Bagaimana
Patofisiologi Panu ?
d.
Apa
saja Manifestasi Klinis Panu ?
e.
Apa
saja Komplikasi Panu ?
f.
Apa
saja Pemeriksaan Penunjang Panu ?
g.
Bagaimana
Penatalaksanaan Panu ?
C.
Tujuan
a. Untuk mengetahui factor agent penyakit kulit
b. Untuk
mengetahui factor host penyakit kulit
c. Untuk
mengetahui environment penyakit kulit
d. Untuk mengetahui port of entry and exit penyakit kulit
e. Untuk
mengetahui transmisi penyakit kulit
f. Untuk
mengetahui pencegahan penyakit kulit
g. Untuk mengetahui Pengobatan penyakit kulit.
D.
Manfaat
Manfaat Teoritis :
Hasil dari penyusunan karya tulis ini dapat bermanfaat
dalam kontribusi pengetahuan dan di dasarkan pada teori berkembang.
Manfaat Praktis :
Hasil kemudian dapat di manfaatkan secara praktis sebagai acuan dalam
penulisan selanjutnya. Di harapkan dapat memberikan nilai pengetahuan lebih.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Panu adalah infeksi jamur superfisial yang ditandai dengan
adanya makula di kulit, skuama halus, disertai rasa gatal. Infeksi jamur
superfisialis yang kronis dan asimtomatis disebabkan oleh
Malassezia furfur menyerang stratum korneum dari
epidermis.
Penyakit
kulit panu
disebabkan oleh jamur. Biasanya diderita oleh seseorang yang sudah mulai banyak
beraktifitas dan mengeluarkan keringat. Apakah ia itu anak kecil, orang muda
atau orang tua. Panu, atau biasa disebut Pityriasis versicolor banyak
disebabkan oleh jamur Pityrosporum ovale dan merupakan penyakit kronis
yang sering berulang.
B.
Etiologi
Pityrosporum
ovale (sekarang dikenal sebagai, Malassezia
furfur) merupakan jamur lipofilik yang normalnya hidup di keratin kulit dan
folikel rambut manusia saat masa pubertas dan di luar masa itu.
Alasan mengapa organisme ini
menyebabkan panu, pada beberapa orang sementara tetap sebagai flora normal pada
beberapa orang lainnya, belumlah diketahui. Beberapa faktor, seperti kebutuhan
nutrisi organisme dan respon kekebalan tubuh inang terhadap organisme sangatlah
signifikan. Sebagai organisme yang lipofilik, Malassezia furfur
memerlukan lemak (lipid) untuk pertumbuhan in vitro dan in vivo.
C.
Patofisiologi
Human
peptide cathelicidin LL-37
berperan dalam pertahanan kulit melawan Malassezia
globosa. Meskipun merupakan bagian dari flora normal, M furfur dapat juga menjadi patogen
yang oportunistik. Organisme ini dipercaya juga berperan pada penyakit kulit
lainnya, termasuk Pityrosporum
folliculitis, confluent and
reticulate papillomatosis,
seborrheic dermatitis, dan
beberapa bentuk dermatitis atopik. Sebagai tambahan, panu merupakan penyakit
kulit yang tidak berbahaya (benign
skin disease) yang menyebabkan papula atau makula bersisik pada kulit.
Sebagaimana namanya, tinea versikolor, (versi
berarti beberapa) kondisi yang
ada dapat memicu terjadinya perubahan warna (discoloration) pada kulit, berkisar dari putih menjadi merah
menjadi coklat. Keadaan ini tidak menular karena patogen jamur kausatif (causative fungal pathogen) merupakan penghuni
normal pada kulit.
Kulit penderita panu dapat mengalami
hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Pada kasus hipopigmentasi, inhibitor tyrosinase [hasil dari aksi/kerja
inhibitor tyrosinase dari asam dicarboxylic yang terbentuk melalui
oksidasi beberapa asam lemak tak jenuh (unsaturated
fatty acids) pada lemak di permukaan kulit] secara kompetitif menghambat
enzim yang diperlukan dari pembentukan pigmen melanocyte. Pada kasus panu dengan makula hiperpigmentasi,
organisme memicu pembesaran melanosom yang dibuat oleh melanosit di lapisan
basal epidermis.
Perubahan bentuk Malassezia dari blastospora menjadi
miselium dipengaruhi oleh berbagai faktor predisposisi. Asam dikarboksilat,
yang dibentuk oleh oksidasi Indonesia yang wilayahnya berada di daerah tropis
membuat penduduknya mudah berkeringat. Keringat yang dibiarkan menempel pada
kulit dalam waktu yang lama akan enzimatis asam lemak pada lemak di permukaan
kulit, menghambat tyrosinase
pada melanosit epidermis dan dengan demikian memicu hipomelanosis. Enzim ini
terdapat pada organisme (Malassezia).
Menjadi tempat tumbuhnya panu dengan subur.Menurut lokasi tumbuhnya, panu
sangat menyukai bagian bagian tubuh yang tertutup pakaian dan daerah yang
berminyak (terkena keringat). Meskipun demikian, panu juga tidak menolak untuk
tumbuh di daerah muka dan anggota tubuh yang terbuka. Sedangkan menurut
ukurannya, panu bisa berukuran kurang dari 1 milimeter sampai dengan lebih dari
1 sentimeter.
D.
Manifestasi
Klinis
a. Bercak-bercak berwarna putih, bentuk tidak
teratur sampai teratur, batas jelas dan difus.
b. Di atas lesi terdapat sisik halus. Bentuk
lesi tidak teratur, dapat berbatas tegas atau difus
c. Rasa gatal ringan, yang merupakan alasan
berobat.
d.
Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh
toksik jamur terhadap pembentukan pigmen, sering di keluhkan penderita. Penyakit
ini sering di lihat pada remaja, walaupun anak-anak dan orang dewasa tua tidak
luput dari infeksi. Menurut BURKE (1961)
E.
Komplikasi
Pitiriasis alba : ditandai dengan adanya bercak
kemerahan dan skuama halus yang akan menghilang dan meninggalkan area yang
depigmentasi. Lebih sering ditemukan pada anak-anak dengan lokasi lesi 50-60%
pada muka, terutama di sekitar mulut, dagu, pipi serta dahi. Lesi umumnya
menetap dan tidak melebar, batas tidak tegas dan tidak gatal.
Morbus hansen tipe T : ditandai dengan makula
hipopigmentasi yang dibatasi oleh infiltrat yang berjumlah satu atau beberapa
dengan distribusio asimetris, permukaan kering bersisik, batas tegas dan
terdapat hipoanestesi sampai anestesi. Yang penting ditanyakan adalah adanya
riwayat kontak erat dengan penderita kusta sebelumnya.
F.
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan Histologis :
1. Tampak
neutrofil di stratum corneum, ini merupakan petunjuk diagnostik yang penting.
2. Biopsi
kulit dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin pada tinea corporis menunjukkan
spongiosis, parakeratosis, dan infiltrat inflamasi superfisial (rembesan sel
radang ke permukaan).
G.
Penatalaksanaan
1. Obat Topikal
Dapat dipakai misalnya suspensi selenium sulfida 2,5% dalam bentuk losion
atau bentuk sampo dipakai 2-3 kali seminggu. Obat digosokkan pada lesi dan
didiamkan 15-30 menit sebelum mandi.
Obat-obat lain ialah salisil spiritus 10%;
derivat-derivat azol, misalnya mikonazol, krotrimazol, isokonazol, dan
ekonazol; sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%; toksiklat; tolnaftat,
dan haloprogin. Larutan tiosulfas natrikus 25% dapat pula digunakan; dioleskan
sehari 2 kali sehabis mandi selama 2 minggu, tetapi obat ini berbau tidak enak.
2. Obat Sistemik
Obat ini digunakan jika lesi sulit disembuhkan atau luas. Ketokonazol dapat
dipertibangkan dengan dosis 1 kali 200 mg sehari selama 10 hari.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Panu definisi medisnya adalah infeksi jamur superfisial yang ditandai dengan adanya makula di
kulit, skuama halus, disertai rasa gatal. Infeksi jamur superfisialis yang
kronis dan asimtomatis disebabkan oleh Malassezia furfur menyerang
stratum korneum dari epidermis. Gejala pada penderita
panu yaitu adanya bercak-bercak entah itu putih, coklat atau merah,
tergantung warna kulit. Kemudian teraba seperti bersisik halus. Sisik itu bila
digaruk, akan keluar putih-putih kecil seperti butiran bedak. Selain itu, bila
sedang berkeringat akan terasa sangat gatal. Penyebab penyakit panu diantaranya adalah kondisi kulit yang
terlalu lembab, keringat berlebih, keseimbangan flora dalam kulit terganggu,
dll. Cara pengobatan apabila sudah terinfeksi panu bersihkan kulit yang terkena
panu, olesi dengan obat atau salep anti jamur,. Jika sudah menyebar, konsultasi
dengan dokter kulit. Pencegahan agar tidak terkena pwnyakit panu antara lain,
mandi 2 kali sehari secara rutin, mengeringkan badan dengan handuk seusai
mandi, mandi menggunakan air bersih, tidak
bertukar pakaian dengan orang yang terkena penyakit panu dan memotong kuku
secara rutin.
B.
Saran
Di harapkan setiap orang dapat
menjaga kebersihan tubuhnya sendiri agar terhindar dari penyakit panu,tidak
bergantian pakaian dengan sembarangan orang terutama pada penderita panu.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, adhi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 2007.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Wolff. K, Johnson. R.A, Suurmond. D
. 2007. Fitzpatrick’s, The Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, fifth
edition. E-book : The McGraw-Hill Companies.
Budimulja, U. 2003. Ilmu
penyakit Kulit dan kelamin, edisi ketiga : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta