Rabu, 21 Desember 2016

Makalah Panu



MAKALAH SISTEM INTEGUMEN
“PANU ” 




Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sistem Integumen
 Pengampu Mata Kuliah : M.Husein.,S.Kep.,Ners



Oleh :
Yuni Indria Winarti
NPM.4002140038






PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTRA BANJAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Jamur memang sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia. Sedemikian eratnya sehingga manusia tak terlepas dari jamur. Jenis fungi-fungian ini bisa hidup dan tumbuh di mana saja, baik di udara, tanah, air, pakaian, bahkan di tubuh manusia sendiri.
Jamur bisa menyebabkan penyakit yang cukup parah bagi manusia. Penyakit tersebut antara lain mikosis yang menyerang langsung pada kulit, mikotoksitosis akibat mengonsumsi toksin dari jamur yang ada dalam produk makanan, dan misetismus yang disebabkan oleh konsumsi jamur beracun.
Pada manusia jamur hidup pada lapisan tanduk. Jamur itu kemudian melepaskan toksin yang bisa menimbulkan peradangan dan iritasi berwarna merah dan gatal. Infeksinya bisa berupa bercak-bercak warna putih, merah, atau hitam di kulit dengan bentuk simetris. Ada pula infeksi yang berbentuk lapisan-lapisan sisik pada kulit. Itu tergantung pada jenis jamur yang menyerang.
Menurut Jimmy Sutomo dari perusahaan Janssen-Cilag, sebagai negara tropis Indonesia menjadi lahan subur tumbuhnya jamur. Karena itu, penyakit-penyakit akibat jamur sering kali menjangkiti masyarakat.

B.     Rumusan Masalah
a.       Apa Definisi Panu ?
b.      Bagaimana Etiologi Panu ?
c.       Bagaimana Patofisiologi Panu ?
d.      Apa saja Manifestasi Klinis Panu ?
e.       Apa saja Komplikasi Panu ?
f.       Apa saja Pemeriksaan Penunjang Panu ?
g.       Bagaimana Penatalaksanaan Panu ?

C.    Tujuan
a. Untuk mengetahui factor agent penyakit kulit
b. Untuk mengetahui factor host penyakit kulit
c. Untuk mengetahui environment penyakit kulit
d. Untuk mengetahui port of entry and exit penyakit kulit
e. Untuk mengetahui transmisi penyakit kulit
f. Untuk mengetahui pencegahan penyakit kulit
g. Untuk mengetahui Pengobatan penyakit kulit.

D.    Manfaat
Manfaat Teoritis :
Hasil dari penyusunan karya tulis ini dapat bermanfaat dalam kontribusi pengetahuan dan di dasarkan pada teori berkembang.
Manfaat Praktis :
Hasil kemudian dapat di manfaatkan secara praktis sebagai acuan dalam penulisan selanjutnya. Di harapkan dapat memberikan nilai pengetahuan lebih.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi
Panu adalah infeksi jamur superfisial yang ditandai dengan adanya makula  di kulit, skuama halus, disertai rasa gatal. Infeksi jamur superfisialis yang kronis dan asimtomatis   disebabkan oleh Malassezia furfur menyerang stratum    korneum dari epidermis.
Penyakit kulit panu disebabkan oleh jamur. Biasanya diderita oleh seseorang yang sudah mulai banyak beraktifitas dan mengeluarkan keringat. Apakah ia itu anak kecil, orang muda atau orang tua. Panu, atau biasa disebut Pityriasis versicolor banyak disebabkan oleh jamur Pityrosporum ovale dan merupakan penyakit kronis yang sering berulang.

B.     Etiologi
Pityrosporum ovale (sekarang dikenal sebagai, Malassezia furfur) merupakan jamur lipofilik yang normalnya hidup di keratin kulit dan folikel rambut manusia saat masa pubertas dan di luar masa itu.
Alasan mengapa organisme ini menyebabkan panu, pada beberapa orang sementara tetap sebagai flora normal pada beberapa orang lainnya, belumlah diketahui. Beberapa faktor, seperti kebutuhan nutrisi organisme dan respon kekebalan tubuh inang terhadap organisme sangatlah signifikan. Sebagai organisme yang lipofilik, Malassezia furfur memerlukan lemak (lipid) untuk pertumbuhan in vitro dan in vivo.

C.    Patofisiologi
Human peptide cathelicidin LL-37 berperan dalam pertahanan kulit melawan Malassezia globosa. Meskipun merupakan bagian dari flora normal, M furfur dapat juga menjadi patogen yang oportunistik. Organisme ini dipercaya juga berperan pada penyakit kulit lainnya, termasuk Pityrosporum folliculitis, confluent and reticulate papillomatosis, seborrheic dermatitis, dan beberapa bentuk dermatitis atopik. Sebagai tambahan, panu merupakan penyakit kulit yang tidak berbahaya (benign skin disease) yang menyebabkan papula atau makula bersisik pada kulit. Sebagaimana namanya, tinea versikolor, (versi berarti beberapa) kondisi yang ada dapat memicu terjadinya perubahan warna (discoloration) pada kulit, berkisar dari putih menjadi merah menjadi coklat. Keadaan ini tidak menular karena patogen jamur kausatif (causative fungal pathogen) merupakan penghuni normal pada kulit.
Kulit penderita panu dapat mengalami hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Pada kasus hipopigmentasi, inhibitor tyrosinase [hasil dari aksi/kerja inhibitor tyrosinase dari asam dicarboxylic yang terbentuk melalui oksidasi beberapa asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acids) pada lemak di permukaan kulit] secara kompetitif menghambat enzim yang diperlukan dari pembentukan pigmen melanocyte. Pada kasus panu dengan makula hiperpigmentasi, organisme memicu pembesaran melanosom yang dibuat oleh melanosit di lapisan basal epidermis.
Perubahan bentuk Malassezia dari blastospora menjadi miselium dipengaruhi oleh berbagai faktor predisposisi. Asam dikarboksilat, yang dibentuk oleh oksidasi Indonesia yang wilayahnya berada di daerah tropis membuat penduduknya mudah berkeringat. Keringat yang dibiarkan menempel pada kulit dalam waktu yang lama akan enzimatis asam lemak pada lemak di permukaan kulit, menghambat tyrosinase pada melanosit epidermis dan dengan demikian memicu hipomelanosis. Enzim ini terdapat pada organisme (Malassezia). Menjadi tempat tumbuhnya panu dengan subur.Menurut lokasi tumbuhnya, panu sangat menyukai bagian bagian tubuh yang tertutup pakaian dan daerah yang berminyak (terkena keringat). Meskipun demikian, panu juga tidak menolak untuk tumbuh di daerah muka dan anggota tubuh yang terbuka. Sedangkan menurut ukurannya, panu bisa berukuran kurang dari 1 milimeter sampai dengan lebih dari 1 sentimeter.

D.    Manifestasi Klinis
a.       Bercak-bercak berwarna putih, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas dan difus.
b.      Di atas lesi terdapat sisik halus. Bentuk lesi tidak teratur, dapat berbatas tegas atau difus
c.       Rasa gatal ringan, yang merupakan alasan berobat.
d.      Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh toksik jamur terhadap pembentukan pigmen, sering di keluhkan penderita. Penyakit ini sering di lihat pada remaja, walaupun anak-anak dan orang dewasa tua tidak luput dari infeksi. Menurut BURKE (1961)

E.     Komplikasi
Pitiriasis alba : ditandai dengan adanya bercak kemerahan dan skuama halus yang akan menghilang dan meninggalkan area yang depigmentasi. Lebih sering ditemukan pada anak-anak dengan lokasi lesi 50-60% pada muka, terutama di sekitar mulut, dagu, pipi serta dahi. Lesi umumnya menetap dan tidak melebar, batas tidak tegas dan tidak gatal.
Morbus hansen tipe T : ditandai dengan makula hipopigmentasi yang dibatasi oleh infiltrat yang berjumlah satu atau beberapa dengan distribusio asimetris, permukaan kering bersisik, batas tegas dan terdapat hipoanestesi sampai anestesi. Yang penting ditanyakan adalah adanya riwayat kontak erat dengan penderita kusta sebelumnya.


F.     Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Histologis :
1. Tampak neutrofil di stratum corneum, ini merupakan petunjuk diagnostik yang penting.
2. Biopsi kulit dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin pada tinea corporis menunjukkan spongiosis, parakeratosis, dan infiltrat inflamasi superfisial (rembesan sel radang ke permukaan).

G.     Penatalaksanaan

1.      Obat Topikal
Dapat dipakai misalnya suspensi selenium sulfida 2,5% dalam bentuk losion atau bentuk sampo dipakai 2-3 kali seminggu. Obat digosokkan pada lesi dan didiamkan 15-30 menit sebelum mandi.
Obat-obat lain ialah salisil spiritus 10%; derivat-derivat azol, misalnya mikonazol, krotrimazol, isokonazol, dan ekonazol; sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%; toksiklat; tolnaftat, dan haloprogin. Larutan tiosulfas natrikus 25% dapat pula digunakan; dioleskan sehari 2 kali sehabis mandi selama 2 minggu, tetapi obat ini berbau tidak enak.

2.      Obat Sistemik
Obat ini digunakan jika lesi sulit disembuhkan atau luas. Ketokonazol dapat dipertibangkan  dengan dosis 1 kali 200 mg sehari selama 10 hari.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Panu definisi medisnya adalah infeksi jamur superfisial yang ditandai dengan adanya makula  di kulit, skuama halus, disertai rasa gatal. Infeksi jamur superfisialis yang kronis dan asimtomatis   disebabkan oleh Malassezia furfur menyerang stratum    korneum dari epidermis. Gejala pada penderita panu yaitu adanya bercak-bercak entah itu putih, coklat atau merah, tergantung warna kulit. Kemudian teraba seperti bersisik halus. Sisik itu bila digaruk, akan keluar putih-putih kecil seperti butiran bedak. Selain itu, bila sedang berkeringat akan terasa sangat gatal. Penyebab penyakit panu diantaranya adalah kondisi kulit yang terlalu lembab, keringat berlebih, keseimbangan flora dalam kulit terganggu, dll. Cara pengobatan apabila sudah terinfeksi panu bersihkan kulit yang terkena panu, olesi dengan obat atau salep anti jamur,. Jika sudah menyebar, konsultasi dengan dokter kulit. Pencegahan agar tidak terkena pwnyakit panu antara lain, mandi 2 kali sehari secara rutin, mengeringkan badan dengan handuk seusai mandi, mandi menggunakan air bersih,  tidak bertukar pakaian dengan orang yang terkena penyakit panu dan memotong kuku secara rutin.
B.     Saran
Di harapkan setiap orang dapat menjaga kebersihan tubuhnya sendiri agar terhindar dari penyakit panu,tidak bergantian pakaian dengan sembarangan orang terutama pada penderita panu.



DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, adhi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 2007. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Wolff. K, Johnson. R.A, Suurmond. D . 2007. Fitzpatrick’s, The Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, fifth edition. E-book : The McGraw-Hill Companies.

Budimulja, U. 2003. Ilmu penyakit Kulit dan kelamin, edisi ketiga : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta